Simalungun – Aksi demonstrasi yang dilakukan oleh lima orang yang mengatasnamakan GERMA SURA (Gerakan Mahasiswa Sumatera Utara) di depan Kantor Camat Bandar Masilam pada Kamis, 24 September 2025, menuai kecaman keras dari masyarakat setempat. Alih-alih mendapat dukungan, aksi orasi tanpa materi jelas itu justru berakhir memalukan, disoraki, dan dinilai sebagai ‘provokasi murahan’ yang tidak punya arah.
Kejanggalan aksi ini terlihat sejak awal. Kelima orang ini, yang hanya bermodal surat pemberitahuan ke Polres Simalungun, memiliki identitas yang tidak jelas. Hanya satu orang yang diketahui sebagai warga Simalungun, sementara empat lainnya diduga berasal dari Kabupaten Batu Bara.
Camat Bersikap Terbuka, Masyarakat Menolak
Meskipun aksi tersebut dinilai tidak jelas, Camat Bandar Masilam Ida Royani Damanik, S.Pd., M.Ap tetap bersikap terbuka. Ia didampingi Kapolsek Perdagangan AKP Ibrahim Sopi, Danramil 06/Bandar Kapten Inf R. Pasaribu, dan Sekcam Robert Kenedi Silalahi untuk menemui para pengunjuk rasa.
Pertemuan tersebut turut disaksikan oleh berbagai elemen masyarakat, termasuk para pangulu, tokoh agama, tokoh pemuda, dan organisasi lokal seperti Pemuda Pancasila, Karang Taruna, KNPI, dan BEM STAI Panca Budi.
Dalam arahannya, Camat Ida menegaskan bahwa pemerintahan kecamatan selalu transparan, namun pengawasan harus disampaikan secara produktif dan tidak melanggar batas kewenangan. Sekcam Robert menambahkan bahwa meskipun pengawasan adalah hak warga, terdapat informasi yang dikecualikan dari akses publik.
Dinilai Miskin Intelektualitas, Masyarakat Minta Polisi Usut Aktor di Balik Aksi
Penolakan keras datang dari tokoh sekaligus sesepuh Bandar Masilam, Ahmad Sahroni. Ia menyebut aksi lima mahasiswa tersebut sebagai tindakan konyol karena dinilai minim persiapan, miskin intelektualitas, dan tidak memahami hierarki pemerintahan.
”Aksi mereka konyol. Tidak ada materi, tidak ada kapasitas intelektual, malah membuat masyarakat kesal. Buktinya, bukan mendapat simpati, justru disoraki dan ditolak,” tegas Ahmad Sahroni.
Ia menambahkan bahwa aksi ini telah mencederai iklim kehidupan yang selama ini kondusif di Kecamatan Bandar Masilam sejak berdiri pada tahun 2004. Masyarakat juga menyoroti kejanggalan lain, seperti tidak adanya atribut organisasi yang jelas, tidak membawa tanda identitas kampus, dan minimnya fasilitas aksi.
Ahmad Sahroni mendesak pihak kepolisian untuk tidak berdiam diri. “Patut diduga ada aktor intelektual di balik mereka. Polisi jangan diam. Harus diusut sampai tuntas!” tutupnya, menuntut agar pihak yang sengaja menciptakan kericuhan ini diusut tuntas.(rel)