PEMATANGSIANTAR, JURNALISMEWARGA.ID – Dewan Pimpinan Pusat/Presidium Pemangku Adat dan Cendekiawan Simalungun (PACS) melayangkan pengaduan resmi ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI di Jakarta pada 30 September 2025. Pengaduan tersebut ditujukan kepada anggota DPR RI Bane Raja Manalu dari Fraksi PDI Perjuangan atas dugaan pelanggaran kode etik terkait pernyataannya mengenai klaim tanah adat di wilayah Sihaporas, Simalungun.
Ketua Umum DPP/Presidium PACS, Dr. Sarmedi Purba, Sp.OG, menegaskan bahwa pernyataan Bane Raja Manalu di media yang menyebutkan Kementerian Kehutanan telah memberikan registrasi wilayah tanah adat kepada kelompok masyarakat bernama LAMTORAS, adalah tidak berdasar dan berpotensi menimbulkan konflik horizontal.
Pengaduan PACS berfokus pada pernyataan Bane Raja Manalu yang dimuat media oline pada 26 September 2025. Dalam kunjungan ke Dusun Aek Batu, Nagori Sihaporas, anggota DPR RI tersebut menyatakan bahwa masyarakat penerima klaim telah mendapatkan registrasi wilayah adat dari Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLHK).
PACS menilai pernyataan tersebut menyesatkan, karena menciderai adat dan budaya Simalungun sebagai warisan leluhur.
”Pernyataan tersebut berpotensi menimbulkan konflik horizontal antar masyarakat, karena mengklaim dan mempublikasikan tanah adat di wilayah Simalungun yang merupakan ahli waris Harajaon Simalungun,” demikian tertulis dalam dokumen pengaduan PACS
PACS melampirkan bukti kuat berupa surat resmi dari KLHK yang membantah klaim adanya penetapan tanah adat atau Masyarakat Hukum Adat (MHA) di Simalungun.
1. Surat KLHK No. S.590/PSKL/PKTHA/PSL.1/3/2023 (14 Maret 2023): KLHK menegaskan bahwa hingga saat ini belum diterbitkan SK Menteri Pengakuan Hutan Adat di Kabupaten Simalungun, karena belum ada Peraturan Daerah (Perda) tentang penetapan MHA.
2. Klarifikasi Resmi: Surat tersebut menegaskan bahwa pengakuan MHA hanya dapat dilakukan melalui Perda, sesuai UU No. 41 Tahun 1999 dan PP No. 23 Tahun 2021.
Direktur PKTHA Kementerian Kehutanan melalui komunikasi lain juga menegaskan bahwa mereka tidak mengenal istilah Registrasi Hutan Adat dan tidak pernah mengeluarkan pengakuan status hutan adat di Simalungun, apalagi di wilayah Sihaporas.
PACS Tuntut Sanksi dan Perbaikan Pernyataan
Berdasarkan sejarah Simalungun, PACS menegaskan bahwa marga Ambarita bukanlah merupakan salah satu marga dari suku Simalungun yang memiliki hak atas tanah adat di Simalungun. Klaim yang dilakukan oleh LAMTORAS dinilai sebagai indikasi kuat klaim palsu.
Dalam permohonannya kepada MKD, PACS menuntut tiga poin utama:
Melakukan pemeriksaan terhadap Saudara Bane Raja Manalu dan mempertimbangkan pelanggaran kewajiban dan kode etik yang diatur dalam Peraturan DPR Nomor 2 Tahun 2015.
Menindaklanjuti pelanggaran yang ditemukan dengan memberikan sanksi tegas, termasuk teguran, penghentian keanggotaan, atau pemberhentian sebagai anggota DPR.
Menyampaikan hasil pemeriksaan dan rekomendasi tindak lanjut guna menjamin transparansi dan akuntabilitas.
”Kami berharap agar pengaduan ini dapat ditindaklanjuti dengan serius dan sesuai dengan prinsip hukum yang berlaku. Diatei Tupa,” tutup Ketua Umum PACS Dr. Sarmedi Purba, Sp.OG., dalam surat pengaduannya.(ArD)