SIMALUNGUN – Teka-teki insiden berdarah di malam Natal (24/12) di Perumahan Rorinata, Sondi Raya, mulai terkuak melalui rilis resmi Polres Simalungun. Meski kepolisian mengklaim telah bergerak cepat mengamankan pelaku, identitas visual atau wajah pelaku berinisial SS (48) hingga kini masih menjadi misteri bagi publik, memicu reaksi keras dari berbagai elemen masyarakat.
Kasi Humas Polres Simalungun, AKP Verry Purba, menjelaskan bahwa konflik dipicu masalah sepele. Mobil pikap milik pelaku menyangkut pada lampu hias Natal warga. Teguran warga di grup WhatsApp perumahan rupanya berujung dendam.
”Pelaku sempat menyerang saksi Sampi Tua Sihotang dengan semprotan cairan cabai dan pukulan. Saat massa mendatangi rumah pelaku untuk meminta pertanggungjawaban, pelaku SS justru keluar dan melepaskan tembakan membabi buta ke arah kerumunan warga,” ungkap AKP Verry Purba, Kamis (25/12).
Tercatat 5 warga menjadi korban luka, yakni Deardo Putra Purba (luka tembak dada kiri), Risjon Pardomoan Purba (luka tumit), Jhon Sendi Sinaga (luka pergelangan tangan), Jan Rafael Saragih (luka perut), dan Sampi Tua Sihotang (luka mata/fisik).
Polres Simalungun telah mengamankan barang bukti berupa satu pucuk airsoft gun Colt Defender, senapan angin Predator dengan magazen, serta gas air mata.
“Pelaku dijerat UU Darurat No. 12 Tahun 1951 terkait kepemilikan senjata tanpa izin dan Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan,” tambah Kasi Humas.
Di sisi lain, narasi “kinerja cepat” Polri ini ditanggapi dingin oleh DPC GAMKI Kabupaten Simalungun. Ketua DPC GAMKI Simalungun, Defri C Damanik, menilai penanganan kasus ini harus lebih transparan, termasuk memperlihatkan sosok pelaku ke publik.
”Kami minta Polres Simalungun jangan main-main. Jika dalam 3×24 jam tidak ada konferensi pers transparan mengenai sanksi dan status hukumnya, kami minta Kapolres segera mundur. Jangan sampai Mapolres digeruduk massa karena ketidakterbukaan ini,” tegas Defri.
GAMKI juga mendesak Kapolda Sumut, Irjen Pol Whisnu Hermawan, untuk mencopot AKBP Marganda Aritonang jika penanganan kasus macet. Selain pidana, GAMKI menuntut tes urine, tes psikologi, dan pemecatan SS dari statusnya sebagai ASN RS Bhayangkara.
Advokat Sepri Ijon Maujana Saragih, S.H., M.H., turut memberikan kecaman serupa. Ia meminta polisi tidak memberikan keistimewaan meski pelaku adalah oknum ASN di lingkungan Polri.
“Pelaku harus segera ditahan dan diproses sesuai hukum pidana yang berlaku. Ini tindakan mengerikan yang mengancam nyawa banyak orang di daerah yang selama ini tentram,” tegasnya.
Hingga berita ini diturunkan, pelaku SS dikabarkan tengah dirawat di bangsal khusus RS Bhayangkara Tebing Tinggi dengan pengawalan ketat, sementara warga Sondi Raya terus memantau perkembangan kasus yang dianggap sangat mencederai rasa aman masyarakat di hari besar keagamaan tersebut.(rel/ArD)





