Jurnalismewarga.id – SIMALUNGUN | Adanya kelompok tertentu yang megklaim pemilik Hak Tanah Adat atau Tanah Ulayat di Kabupaten Simalungun, dinilai melanggar hukum dan tidak memiliki dasar.
Hal itu terungkap, saat Dewan Pimpinan Pusat Partumpuan Pemangku Adat Budaya(PPAB) Simalungun, melakukan klarifikasi resmi ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK).
Ketua Bidang Hukum dan HAM PPAB-Simalungun, Hermanto Hamonangan Sipayung SH, didampingi Wakil Sekretaris Rohdian Purba MSi, saat konfrensi pers soal tanah adat dan tanah ulayat, Rabu 26 Juli 2023, meneragkan PPAB-Simalungun sudah dua kali menyurati Presiden Jokowi terkait adanya kelompok atau pihak masyarakat yang mengklain bahwa Sihaporas di Kecamatan Pematang Sidamanik, Kabupaten Simalungun, sebagai tanah adatnya.
Atas pengklaiman tanah adat tersebut, PPAB-Simalungun melayangkan surat ke Presiden dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk menanyakan keabsahan tanah adat tersebut.
Hasil kunjungan ke Jakarta, kata Hermanto Sipayung, dipastikan tidak ada satu pihak manapun yang memiliki tanah adat di Simalungun.
“PPAB-Simalungun sudah langsung bertemu dengan Direktur Penanganan Konflik Tenurial dan Hutan Adat Kementerian Lingkungan Hidup, M Sait tentang klaim tanah adat di Simalungun. Hasilnya, ternyata belum ada ditetapkan kepada kelompok manapun soal kepemilikan tanah adat dan tanah ulayat di Simalungun,” tegas Hermanto.
Hermanto juga menambakan, Pada 10 Juli 2023 kemarin, sudah bertemu dengan pihak Kementerian. Hasilnya, belum ada dikeluarkan satu surat pun menetapkan ada kelompok yang memiliki tanah adat di Simalungun.
Dia mengungkapkan, bila ada klaim oleh kelompok-kelompok tertentu memiliki tanah adat atau tanah ulayat di Simalungun itu melanggar hukum dan tidak memiliki dasar hukum. Sebab, dalam hal penetapan kepemilikan tanah adat itu harus ada Peraturan Daerah (Perda)nya, hingga ada surat penghunjukan dari kementerian.
“Itu garis besar pertemuan kami. Kita juga mempertanyakan tentang sertifikat yang dibagi-bagikan kelompok tertentu kepada masyarakat yakni sertifikat BRWA. Direktur Penanganan Konflik Tenurial dan Hutan Adat Kementerian LHK menegaskan bahwa itu tidak sah karena bukan dikeluarkan lembaga pemerintah,” ungkap Hermanto.
Hermanto menyebutkan, pihak pemerintah yakni Direktur Penanganan Konflik Tenurial dan Hutan Adat Kementerian LHK memastikan BRWA bukan lembaga resmi pemerintahan.
Maka dari itu, lanjut Hermanto, PPAB-Simalungun meminta pihak-pihak yang mengklaim adanya tanah adat mereka di Simalungun untuk menghentikan pernyataan pengklaiman itu.
Hermanto juga meminta, kepada Presiden agar pemerintah pusat tidak mengakomodir kelompok tertentu dan mengesampingkan keberadaan suku asli Simalungun tentang proses klaim tanah adat dan tanah ulayat di Simalungun.(*/ArD)