Oleh: YOGA DUWARTO
Surat Terbuka Untuk Presiden Prabowo Subianto :
Yang Terhormat, Bapak Presiden Prabowo Subianto
Tuan Rondahaim Saragih, yang bergelar Raja Raya Namabajan, adalah salah satu tokoh paling berpengaruh dalam sejarah perjuangan rakyat Simalungun melawan kolonialisme Belanda pada abad ke-19. Lahir pada tahun 1828 di Simandamei, Sinondang, Pamatang Raya, dan berasal dari keluarga bangsawan Partuanan Raya.
Meski masa kecilnya penuh tantangan karena ibunya adalah seorang selir, pendidikan yang diterimanya di Kerajaan Padang di bawah Raja Padang, Tengku Muhammad Nurdin, membentuknya menjadi sosok pemimpin yang cerdas dan berwawasan luas.
Pada tahun 1876, ia resmi diangkat sebagai Raja Raya ke-14 Partuanan Raya, sebuah kerajaan adat yang memiliki pengaruh besar di wilayah Simalungun, Sumatera Utara.
Dalam kepemimpinannya, Tuan Rondahaim menunjukkan kemampuan luar biasa dalam mempersatukan berbagai kerajaan kecil di Simalungun seperti Siantar, Bandar, Sidamanik, Tanah Jawa, Pane, Raya, Purba, Silimakuta, dan Dolok Silou, untuk bersama-sama menentang penjajahan Belanda.
Pemerintah kolonial Belanda menjulukinya “Napoleon der Bataks” atau Napoleon-nya orang Batak, sebagai bentuk penghormatan atas keberanian, kecerdikan strategi militer, dan ketangguhan luar biasa yang ditunjukkan dalam mempertahankan wilayahnya.
Ia membentuk pasukan gabungan yang dipimpin oleh Panglima Besar Torangin Damanik, yang secara efektif melakukan serangkaian perlawanan militer terorganisir. Salah satu keberhasilan monumental adalah serangan dan penghancuran markas serta tangsi militer Belanda di Serbelawan, yang menjadi simbol kegigihan dan semangat juang rakyat Simalungun.
Perlawanan yang dipimpin Tuan Rondahaim berlangsung sengit dan heroik, terutama dalam pertempuran besar di Dolok Merawan pada 21 Oktober 1887 dan di Bandar Padang pada 12 Oktober 1889.
Selama masa pemerintahannya, Partuanan Raya tercatat sebagai satu-satunya kerajaan di Simalungun yang tidak pernah berhasil ditaklukkan oleh Belanda, sebuah pencapaian luar biasa di tengah dominasi kolonial yang meluas di Sumatera Timur.
Perlawanan terbuka baru mereda setelah serangan ke Bajalinggei pada Februari 1888, dan kondisi kesehatan Tuan Rondahaim yang memburuk hingga wafat pada Juli 1891. Setelah kepergiannya, perlawanan mulai melemah dan pada tahun 1901, wilayah Partuanan Raya akhirnya jatuh ke tangan Belanda di bawah pimpinan putranya, Tuan Sumayan Saragih. Partuanan Raya menjadi daerah taklukan Belanda setelah ditandatanganinya surat pernyataan takluk pada tahun 1896, 1902 dan terakhir _Korte Verklaring_ 1907.
Yang Terhormat, Bapak Presiden Prabowo Subianto,
Penetapan Tuan Rondahaim Saragih sebagai Pahlawan Nasional 2025 merupakan suatu kebutuhan yang sangat mendesak dan strategis.
Pertama, beliau adalah satu-satunya tokoh dari etnik Simalungun yang memiliki peran nyata dan besar dalam perjuangan melawan kolonialisme Belanda, sementara etnik lain di Sumatera Utara sudah memiliki pahlawan nasional, salah satunya Sisingamangaraja XII.
Pengakuan resmi ini akan mengisi kekosongan sejarah, dan memberikan penghormatan yang layak bagi masyarakat Simalungun yang selama ini tidak terwakili dalam narasi perjuangan kemerdekaan nasional.
Kedua, perjuangan Tuan Rondahaim tidak hanya berbentuk perlawanan militer, tetapi juga diplomasi dan persatuan politik, dan berhasil menunda aneksasi Belanda selama bertahun-tahun. Ia sangat memahami taktik “pecah belah” _(divide et impera)_ yang diterapkan Belanda untuk melemahkan kerajaan-kerajaan di Simalungun, dan dengan gigih melakukan mobilisasi serta membangun jejaring dengan raja-raja lain demi persatuan melawan penjajah.
Kepemimpinan Tuan Rondahaim Saragih yang strategis, visioner, dan inklusif menjadi contoh teladan yang sangat relevan bagi bangsa Indonesia saat ini.
Ketiga, pengakuan resmi sebagai pahlawan nasional akan memperkuat identitas dan kebanggaan masyarakat Simalungun, sekaligus menginspirasi generasi muda untuk mengenal dan meneruskan nilai-nilai perjuangan, persatuan, dan keberanian. Penetapan Tuan Rondahaim sebagai Pahlawan Nasional akan menjadi simbol penghargaan atas kontribusi mereka dalam sejarah kemerdekaan Indonesia.
Keempat, sebelumnya, apresiasi negara terhadap jasa besar Tuan Rondahaim, Tokoh Nasional Asal Simalungun, melalui Bintang Jasa Utama oleh Presiden BJ Habibie, 1999. Namun, dengan status pahlawan nasional, kisah keberanian dan kepemimpinan Tuan Rondahaim dapat dikenal secara menyeluruh di seluruh Indonesia, memperkaya khazanah sejarah perjuangan bangsa dan memperkuat semangat anti-kolonialisme yang menjadi fondasi kemerdekaan.
Lebih jauh, penetapan Tuan Rondahaim sebagai pahlawan nasional juga mengingatkan kita bahwa perlawanan dan perjuangan melawan penjajahan bukan hanya monopoli tokoh-tokoh besar di pusat, melainkan juga berasal dari daerah-daerah yang memiliki kekuatan politik dan sosial signifikan.
Melalui strategi perang terbuka dan gerilya, serta kemampuannya mempersatukan raja-raja kecil, Tuan Rondahaim membuktikan bahwa kekuatan kolektif dan persatuan adalah kunci keberhasilan melawan kekuatan asing. Oleh karena itu, pengakuan terhadap dirinya sebagai pahlawan nasional juga merupakan penghormatan atas peran penting daerah-daerah dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia.
Yang Terhormat, Bapak Presiden Prabowo Subianto:
Dengan segala fakta sejarah, jasa besar, dan makna simbolis yang melekat pada sosok Tuan Rondahaim Saragih, penetapan sebagai Pahlawan Nasional adalah langkah strategis dan pesan moral yang sangat tepat.
Penghargaan ini tidak hanya akan memperbaiki ketimpangan sejarah dan memperkuat semangat kebangsaan, tetapi juga menginspirasi generasi muda untuk terus mengenang dan meneruskan perjuangan para pahlawan daerah yang telah berjuang demi kemerdekaan bangsa.
Tuan Rondahaim Saragih bukan sekadar pahlawan lokal, melainkan pahlawan bangsa yang layak dihormati dan dikenang oleh seluruh rakyat Indonesia.
Melalui hak prerogatif Presiden Prabowo Subianto, penetapan gelar Pahlawan Nasional Tuan Rondahaim Saragih, bangsa Indonesia dapat semakin menguatkan jati diri dan semangat persatuan yang menjadi fondasi kemerdekaan dan kedaulatan negara, serta memberikan penghormatan yang selayaknya kepada para pahlawan pejuang kemerdekaan dari seluruh penjuru tanah air.
Salam Bhinneka Tunggal Ika.(***)
(Yoga Duwarto, Pemerhati Sejarah Kebangsaan, Kalimantan Barat)