jurnalismewarga.id – Pematangsiantar | Kasus pemutusan hubungan kerja antara perusahaan dengan karyawan di Kota Siantar terus menjadi perhatian.
Di penghujung tahun 2021, seorang Karyawan PT STTC bernama Hiras Hutabarat (31) dipecat karena tidak masuk kerja selama 6 hari berturut-turut.
Pihak perusahaan sempat membujuk Hisar agar menandatangani surat pengunduran diri dengan iming iming uang sebesar Rp 2,6 Juta sebagai uang pisah.
Hiras Hutabarat pun keberatan dan menolak. Ia menuntut haknya sebagai karyawan yang mengabdi selama 12 tahun di perusahaan yang berkedudukan di Kota Siantar tersebut.
Didampingi LBH Pematangsiantar, Hisar Hutabarat dan perwakilan perusahaan menghadiri pertemuan Bipartit di kantor STTC, Rabu (8/12/2021) sekitar pukul 10.00 WIB.
Sekretaris LBH Pematangsiantar, Ferry Simarmata mengatakan, perundingan antara perusahaan dan kliennya itu tidak membuahkan hasil.
“Pihak perusahaan ngotot bahwa klien kami mangkir dan mengundurkan diri dari kerjanya.
Padahal tadi kami sudah klarifikasi, bahwa klien kami sudah permisi melalui Mandor karena ada urusan keluarga,” jelas Ferry didampingi Pengacara Publik LBH Pematangsiantar, Parluhutan Banjarnahor, ditemui seusai pertemuan.
Tidak adanya kesepakatan antara kedua belah pihak, membuat kasus pemutusan hubungan kerja ini dipastikan berlanjut.
Dalam hal ini, jelas Parluhutan, kliennya menuntut haknya sebagai karyawan sesuai dengan PP 35 Tahun 2021 pasal 40 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja.
Uang pisah yang ditawarkan perusahaan senilai Rp 2,6 Juta itu dianggap tidak memenuhi hak hak normatif sebagai karyawan, sebagaimana diatur dalam PP 35 Tahun 2021 tersebut.
Sebaliknya, kata Banjarnahor, kliennya menuntut pesangon, uang penghargaan masa kerja, uang penggantian hak sebagaimana diatur dalam perundang-undangan.
“Sebagai karyawan yang sudah bekerja selama 12 tahun, dia berhak mendapatkan hak hak normatif sesuai PP 35 Tahun 2001 pasal 40. Pesangon, uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak, bukan uang pisah,” jelas Parluhutan.
Selanjutnya, dalam kasus pemutusan hubungan kerja ini, pihaknya akan melakukan pertemuan Tripartit dengan melibatkan pemerintah dalam hal ini Dinas Tenaga Kerja Kota Siantar.
Dalam pekan ini, pihaknya akan melayangkan surat ke Dinas Tenaga kerja dan perusahaan STTC sebagai langkah awal untuk mengadakan pertemuan Tripartit.
Sebagai informasi, Hisar Hutabarat bekerja di perusahaan STTC sejak tahun 2009 dan ditempatkan pada bagian bongkar muat.
Pada 2011, ia diangkat sebagai karyawan tetap dan ditempatkan sebagai Helper dan pernah ditempatkan pada bagian pemasaran kanvas.
Selanjutnya, pada 2018 sampai dirinya dipecat, Hisar bekerja pada bagian gudang sebagai langsir trado. Ia menerima upah sebesar Rp 2.750.000 dari perusahaan.
Hisar Hutabarat menerima surat pemecatan pada tanggal 16 November 2021 dengan alasan tidak hadir kerja selama 6 hari, terhitung tanggal 10-16 November 2021.
Dalam surat PHK yang dikeluarkan oleh PT STTC, pihak perusahaan turut menerbitkan surat panggilan kerja I dan II masing masing pada tanggal 12-13 November 2021.
Padahal, Hisar hanya 5 hari tidak masuk kerja dan memberitahu ketidakhadiran kepada Mandor. Ia meminta izin karena berhalangan hadir karena urusan keluarga yang tidak bisa ditinggal.
Puncaknya, pada 16 November 2021 Hisar masuk kerja namun dinyatakan tidak hadir. Pada hari yang sama pihak perusahaan mengeluarkan surat pemecatan.
Pada 1 Desember 2021, Hisar memenuhi panggilan dari perusahaan. Disitu, ia diminta menandatangani surat pengunduran diri dan surat PHK dengan iming iming akan memberikan uang jasa sebesar Rp 2,6 Juta.(**)